Jangan Tanya Saya: "Kenapa Belum Menikah?" - Cerita Lajang #1
Petang ini, saya menerima undangan pernikahan dari seorang kawan di masa kuliah S1 dulu. Alhamdulillah, tentu saya berbahagia dengan pernikahannya. Undangan pernikahan biasanya menggelitik saya untuk selalu bertanya pada diri sendiri, kapan kah giliranku? Dan undangan pernikahan kali ini membuat saya berfikir: "ya, saya ke menghadiri undangan sendirian, tanpa partner (lagi)". Pikiran semacam ini spontan muncul, dan setelahnya saya akan merasa bersalah, karena lagi - lagi mengeluh soal jodoh.
Awan mendung dan angin yang berhembus di luar sana sungguh membuat suasana sore ini menjadi lebih melankolis dari biasanya. Saya teringat kata - kata seorang ibu yang sudah bertahun - tahun tidak bertemu dengan saya, pertanyaan pertamanya ketika melihat saya adalah: "sudah menikah?" dan selanjutnya bertanya " kenapa belum menikah?". Sungguh, pertanyaan pertama adalah pertanyaan yang sangat sudah biasa saya terima dan biasanya akan saya jawab: "belum, doakan saja secepatnya berjodoh bu/pak". Tapi pertanyaan kedua?, "kenapa?" should i answer that?.
Ibu saya sendiri, sangat mengkhawatirkan saya yang sudah cukup 'usia' untuk menikah, belum memiliki pacar atau teman lelaki terdekat. Ah, kawan - kawan terdekat saya pasti sudah mengetahui betapa seringnya saya menyebutkan soal pernikahan, bahkan mungkin mereka sudah bosan. Melihat kawan - kawan sebaya dan yang lebih muda yang sudah berumah tangga, memiliki anak bahkan sudah ada yang punya 3 anak, kadang membuat saya iri dan nelangsa. Lebih terasa menyedihkan bila para sesepuh keluarga bertanya soal pernikahan, mengingat saya satu - satunya cucu perempuan yang belum berumah tangga.
Sebenarnya, adalah fitrah seorang perempuan memiliki keinginan membangun rumah tangga, kebahagian memiliki anak - anak, membesarkan mereka dan menjadikan mereka bagian dari generasi terbaik ummat. Tapi, menemukan pasangan untuk ber'koalisi' mewujudkan itu semua bukanlah perkara mudah; bertemu dengan yang cocok dengan kriteria idaman, kemungkinan ketidakcocokan 'visi dan misi' atau karena takdir yang belum mempertemukan. "Makanya, jangan pilih - pilih", "jangan kebanyakan kriteria, ingat umur", adalah nasihat yang akrab di telinga saya. Jawaban saya: "bahkan untuk membeli sepatu pun saya pilih - pilih", "untuk seseorang yang seumur hidup akan saya habiskan waktu dengannya, salahkah saya memilih yang terbaik?".
Tapi, saya tidak sendiri. Banyak perempuan lajang yang lebih senior daripada saya. Dan pada kebanyakan dari mereka, saya menyadari bahwa menjadi lajang bukan berarti kita harus sibuk menebar pesona mencari pendamping. Jadilah lajang yang sibuk mempersiapkan diri, menebar manfaat dan menjadi lebih kuat dan lebih baik setiap harinya. Bagi saya, proses sendiri yang saya tidak tahu akhirnya ini sama sekali tidak membuat saya merasa kesepian. Pada saat saya menyadari bahwa saya sudah memasuki usia 'late 20s', saat itu juga saya bertekad akan fokus memperbaiki diri dalam semua aspek kehidupan saya dan menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain. Alhamdulillah, Allah memberikan saya kesempatan untuk memiliki lebih banyak waktu luang bersama orang tua juga bersama keponakan - keponakan saya di masa 'emas' pertumbuhan mereka. Anak - anak yang kehilangan waktu berkualitas dengan orang tua mereka yang sibuk.
Beberapa Aktivitas Bermain Kreatif Saya dan Anak-anak |
Karena saya tidak pernah tahu kapan masa lajang atau bahkan masa hidup saya berakhir, saya mulai menata kembali rencana hidup saya. All out dalam meraih ilmu dan menebar manfaat selama saya mampu dan selama menjadi lajang yang belum direpotkan dengan urusan rumah tangga. Saya percaya, Allah tengah memberikan saya waktu untuk mewujudkan cita - cita yang saya impikan tanpa melibatkan seorang pasangan hidup didalamnya. Selalu ada hikmah di setiap kondisi yang kita jalani. Dalam kesendirian dan kemandirian perempuan, Allah mengirimkan banyak kesempatan untuk kita berkarya dan membantu orang lain. Allah menyayangi kita, lebih dari seorang ibu menyayangi anaknya, dan kasih sayangNya selalu mendahului murkaNya.
Jadi, kenapa saya belum menikah? Inilah penjelasan panjangnya, yang hanya bisa saya singkat dengan senyuman. Menjadi lajang bukan berarti kesepian dan terus menerus dalam 'drama' episode 'hati ini untuk siapa?'. Berbahagialah dan sibuklah menjadi perempuan mandiri dan bermanfaat.
yang masih lajang,
Tiech
n.b : tulisan ini sepenuhnya curahan hati penulis, bukan dukungan pilihan untuk melajang :).
terinspirasi dari :
http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/berbahagia-menjadi-lajang.htm#.U3h099KSx1Y