“Ah, aku deg-degan baca
feedback dari setiap orang di grup ini. Aku merasa tulisanku masih sangat
kacau,” keluhku pada seorang kawan.
“Kenapa?” Ia tersenyum, layaknya seorang Bapak yang sedang
mendengar anaknya bercerita. Aku membetulkan posisi dudukku.
“Ya, aku merasa tidak siap dihujani dengan feedback yang mungkin
saja akan membuatku sedih,” aku menunduk, lalu menghela nafas.
“Ah, kamu kayak bukan anak ST( Self Transformation, sebuah training pengembangan diri). Kamu kan sudah biasa mendapat
feedback. Mengapa sekarang takut?” Ia menepuk ringan meja yang memisahkan kami.
Lalu memicingkan matanya padaku.
“Ah, iya juga. Aku seperti tidak pernah dapat feedback saja.
Padahal aku tahu itu baik buatku. Saking berhati – hatinya, aku beberapa kali
menulis untuk tantangan hari itu. Ujung – ujungnya yang aku kirim di blog
adalah tulisan beberapa hari hingga beberapa bulan ke belakang. Tulisan yang
kuketik berjam-jam di hari itu, kusimpan di dalam draft saja.”
“Padahal tulisan pertama yang selesai kau ketik itu adalah
tulisan paling jujur darimu. Tulisan yang bagus dan menunjukkan kualitasmu yang
sebenarnya. Percaya sama aku. Ketika kamu membuka diri dan membiarkan tulisan
itu mengungkap siapa diri kamu yang sebenarnya, baru kamu akan berkembang.
Ketika kamu sibuk ingin terlihat bagus tulisannya, maka kamu tidak akan kemana –
mana.”
Aku mengangguk-angguk, setuju dengan penjelasannya.
“Iya kau benar. Aku akhirnya memahami makna dari sebuah tips
menulis.” Bunyinya kira – kira begini: fokuslah menulis dan menyampaikan apa
yang ingin kamu sampaikan. Bukan karena ingin membuat orang lain terkesan. Begitu kira–kira pesan dari ungkapan itu."
Percakapan dengan kawanku Ryan sore ini membuatku sepenuhnya
memahami dan menjiwai maksud dari ungkapan ini.
“Kamu itu kuat menerima feedback,” begitu Ia mengingatkanku.
Lalu ada sebuah kesadaran diri yang terbangun dari percakapan ini.
Bahwa feedback diberikan semata untuk mendukung pencapaian tujuan. Bahwa ketika
aku terbuka dan jujur pada diriku, orang lain akan melakukan hal yang sama. Ia bukan celaan atau pujian. Ia hanya sebatas informasi yang netral. Akulah yang kemudian memberinya rasa, sebagai sebuah feedback negatif atau positif. Padahal, feedback
adalah informasi yang paling aku butuhkan untuk meningkatkan kualitas diri.
“Terima kasih, kawan. Aku menyadari sesuatu yang penting hari ini. Selanjutnya aku akan kirim apa yang
aku tulis hari itu. Jujur dan fokus pada apa yang ingin aku sampaikan. Tidak peduli apa yang akan dikatakan
orang tentang tulisan itu,” aku mengepalkan tanganku.
“Nah, begitu dong. Jadi, aku tantang kamu sampai 30 hari
kedepan, menulis dengan jujur ya. Dan rasakan perubahannya,” Ia mendaratkan kepalan tangannya di meja sambil tersenyum lebar.
Aku pun tersenyum dengan hati yang riuh bersuara: "Ayo ti, kirimkan yang kau tulis hari ini. Dan mari berani memberi dan menerima feedback!"
#day6
#30dayswritingchallenge
#30DWCJilid5
#squad1
Bagikan
Tentang Feedback
4/
5
Oleh
Tiech